PDM Kabupaten Demak - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kabupaten Demak
.: Home > Artikel

Homepage

Bekal Ramadhan

.: Home > Artikel > PDM
07 Juli 2012 08:48 WIB
Dibaca: 2413
Penulis :

 

A. Makna Puasa:
Makna puasa (yang diperintahkan dan dianjurkan di dalam al-Qur’an) ialah: mencegah, mengekang, dan menghalangi. Dengan kata lain, puasa adalah: tidak menuruti syahwatnya perut dan kemaluan yang (aslinya) halal, dengan niatan ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT.

B. Syarat Wajibnya Puasa:

1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Suci dari haidl dan nifas
5. Mampu
6. Mukim (tidak bepergian)

C. Rukun Puasa:

  1. Niat, dilakukan tiap malam. (Imam Hambali membolehkan meniatkan diri sekali dengan diniatkan puasa selama sebulan. Dimulai pada hari pertama)
  2. Menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan

D. Membatalkan Puasa:
Yang membatalkan puasa ada 2 macam:

  1. Membatalkan dan mewajibkan qadla’
  2. Membatalkan, mewajibkan qadla’ dan kaffarah

Adapun yang membatalkan dan mewajibkan qadla’ saja ialah:

  1. Makan dan minum dengan sengaja. (Imam AdDaruqudni mengatakan, barangsaiapa lupa makan & minum selama puasa tanpa sengaja, maka itu adalah rizki dari Allah)
  2. Sesuatu yang hukumnya sama dengan makan/minum, seperti infuse
  3. Muntah dengan sengaja
  4. Haidl
  5. Nifas
  6. Gila
  7. Murtad
  8. Onani
  9. Sesuatu yang sampai ke daam perut/kepala, dengan sengaja

Adapun yang membatalkan, mewajibkan qadla’ dan kaffarah hanya satu, yaitu : jima’. Kaffarahnya ialah: salah satu dari tiga perkara di bawah ini, secara berurutan:
a. Memerdekakan budak
b. Puasa 2 bulan berturut-turut
c. Memberi makan 60 orang miskin
E. Sunnah Puasa:

  1. Segera berbuka, jika matahari betul-betul telah terbenam.
  2. Berbuka dengan kurma, jika tidak ada maka dengan air.
  3. Berdo’a di sepanjang siang, khususnya di kala berbuka.
  4. Sahur, lebih baik diakhirkan.
  5. Bermurah hati.
  6. Banyak membaca dan Mudarasah al-Qur’an
  7. Menghidupkan malam dengan amalan dan shalat Tarawih.
  8. Menjaga diri dari syahwat.
  9. Meningkatkan ibadah pada 10 hari terakhir.
  10. I’tikaf, khususnya 10 hari terakhir

F. Yang dibolehkan Saat Puasa:
1. Berendam dan menyelam dalam air.
2. Berbekam, bila tidak mengakibatkan lemahnya badan.
3. Berkumur dan menghirup air ke dalam lubang hidung, dengan tidak mubalaghah (berlebihan).
4. Jinabat (berhadats besar).
5. Bersentuhan kulit dengan istri, bila tidak mengobarkan nafsu birahi.
6. Sesuatu yang tidak mungkin dihindari, sepperti masuknya debu di jalan.
7. Suntik
G. Yang dimakruhkan Saat Puasa:
1. Mubalaghah dalam berkumur dan menghirup air ke dalam hidung.
2. Bersiwak setelah masuknya waktu Dhuhur.
3. Berbekam, bila melemahkan badan.
H. Yang diharamkan Saat Puasa:
1. Bersentuhan kulit dengan istri, bila mengobarkan nafsu birahi.
2. Wishal, yaitu puasa 2 hari/ lebih berturut-turut dengan tanpa makan dan minum di waktu malam.
3. Membatalkan puasa dengan tanpa udzur.
I. Yang Mendapatkan Rukhshah (Keringanan) Meninggalkan Puasa:
1. Mereka yang diperbolehkan tidak puasa, tetapi diwajibkan membayar fidyah, yaitu:
a. Orang yang tua renta.
b. Orang sakit yang tidak ada harapan sembuh.
c. Pekerja berat, sepanjang tahun.
2. Mereka yang diperbolehkan tidak puasa; tetapi diwajibkan qadla’, yaitu :
a. Orang sakit yang ada harapan sembuh
b. Orang yang sedang bepergian jauh
c. Pekerja berat, musiman
3. Mereka yang haram berpuasa, tetapi wajib qadla’ yaitu:
a. Wanita yang mengalami haidl/nifas
b. Wanita Hamil/Menyusui:
Wanita yang sedang hamil atau menyusi apabila ia mengkhawatirkan akan kesehatan dirinya, kandungan, atau bayinya, ia boleh tidak berpuasa. Dan para Ulama berbeda pendapat mengenai kewajiban yang harus dilakukannya bila ia meninggalkan puasa di bulan Ramadlan, sebagaimana berikut:
1) Membayar fidyah. Pendapat ini didasarkan Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Sa’id bin Jubair.
2) Mengqala’ puasa. Demikian menurut Atha’ bin Abi Rabah, al-Hasan, Dlahhak, Nakha’I, Zuhri, Rabi’ah, Auza’I, Abu Hanifah, Tsauri, Abu Ubaid, dan Abu Taur
3) Mengqadla’ puasa dan membayar fidyah. Demikian pendapat Imam al-Syafi’I dan Imam Ahmad.
4) Mengqadla’ puasa bagi wanita hamil, dan mengqadla serta membayar fidyah bagi wanita yang sedang menyusui. Ini menurut Imam Malik.
Dari keempat pendapat tersebut, pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas adalah sangat cocok bagi wanita yang terus-menerus dalam keadaan hamil dan menyusui, sebagaimana keadaan wanita-wanita zaman dulu.
Adapun bagi wanita yang jarang hamil dan menyusui, sebagaimana keadaan wanita-wanita di zaman kita ini, maka seyogyanya ia mengqadla puasanya, sebagaimana pendapat jumhur. Demikianlah hasil tarjih yang dilakukan oleh Syaikh Yusuf al-Qardlawi.


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori : Puasa, ibadah

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website